PENGERTIAN, DASAR-DASAR QUR`ANI DAN
PERKEMBANGAN TASAWUF
1. Pengertian Tasawuf
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui
bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin,
untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan
zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan
tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan
dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa
tradisi[rujukan?]. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8,
sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia (Wikipedia bahasa
Indonesia).
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan
yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah
sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi
mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan
bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan
pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab
al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa"
("Orang orang beranda"), yang mana adalah sekelompok muslim pada
waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi,
mendedikasikan waktunya untuk berdoa (Wikipedia bahasa Indonesia).
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab
al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa"
("Orang orang beranda"), yang mana adalah sekelompok muslim pada
waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi,
mendedikasikan waktunya untuk berdoa (Wikipedia bahasa Indonesia).
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab
al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa"
("Orang orang beranda"), yang mana adalah sekelompok muslim pada
waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi,
mendedikasikan waktunya untuk berdoa (Wikipedia bahasa Indonesia).Namun dalam perjalananya, tasawuf diperdebatkan asal usul kehadiranya.
Sebagian menyebut tasawuf berasal dari agama islam, sebagian lagi menyatakan
bahwa tyasawuf bukan berasal dari islam tetapi dari sinkretisme berbagai ajaran
agama samawi maupun ardi. Beberpa pendapat yang menyatakan tasawuf berasal dari
islam diantaranya:
Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk
bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal,
yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi
disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah
dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995)
Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan
Sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah,
dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan.
Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari
Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo,
1374), I, 4.]Beberapa pendapat bahwa tasawuf bukan berasal dari islam diantaranya:
Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada
kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan).
Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham
tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann
& Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
(Sufisme)yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan
di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di
dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia
sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu
dengan DIA (J. Kramers Jz).Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat
Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya
daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar,
dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang
kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan
mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan
corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum
Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non
Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi
yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama
Masehi) tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka
masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan
Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik (akibat paham mistik) ini makin hari makin
luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari
ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik
ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi,
Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan mempengaruhi aliran-aliran di daam Islam
(Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang
ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat
atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan
berbagai paham mistik. Oleh karenanya paham tasawuf itu bukan ajaran Islam
walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur Ajaran Islam, dengan kata lain
dalam Agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumah orang
Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980).
Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka
mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut
dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, ia itu bukanlah ajaran
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan bukan pula ilmu warisan dari Ali
bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir,
dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang
terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda
dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul
ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad Shallallahu
‘alaihi wassalam, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta
makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya,
kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban
Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al
Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc)Para ahli yang menolak tasawuf sebagai bagian dari islam mengambil contoh
kesalahan pemahaman tasawuf yaitu Faham Wujud. Faham wujud adalah berisi
keyakinan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut paham kesatuan
wujud ini mengambil dalil Al Quran yang dianggap mendukung penyatuan antara ruh
manusia dengan Ruh Allah dalam penciptaan manusia pertama, Nabi Adam AS: “...Maka
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka
hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (As Shaad; 72)”Sehingga ruh
manusia dan Ruh Allah dapat dikatakan bersatu dalam sholat karena sholat adalah me-mi'rajkan ruh manusia
kepada Ruh Allah Azza wa Jalla . Atas dasar pengaruh 'penyatuan' inilah maka
kezuhudan dalam sufi dianggap bukan sebagai kewajiban tetapi lebih kepada
tuntutan bathin karena hanya dengan meninggalkan/ tidak mementingkan dunia lah
kecintaan kepada Allah semakin meningkat yang akan bepengaruh kepada 'penyatuan'
yang lebih mendalam. Paham ini dikalangan penganut paham kebatinan juga dikenal
sebagai paham manunggaling kawula lan gusti yang berarti bersatunya antara hamba
dan Tuhan (Wikipedia bahasa Indonesia).2. Dasar-Dasar Qur`ani TasawufPara pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan
kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar
dari kalangan sahabat dan tabi'in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari
nash-nash al-Qur'an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan
berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang
bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap
ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.
Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh
kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan
akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam
al-Qur'an yang Artinya: “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat
akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki
keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan
tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”. (Q.S Asy-Syuura [42] : 20). Diantara
nash-nash al-Qur'an yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa
berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam Q.S al-Hadid [57] ayat: 20
yang Artinya: “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan
dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Ayat ini menandaskan
bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari
amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat
kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya
hawa nafus mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal
yang megah dan segala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga
dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan (anak dan cucu). Akan tetapi
semua hal tesebut bersifat sementar dan dapat menjadi penyebab utama
terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya
keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang
melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mereka yang menjauhkan
diri dari hal-hal yang melallaikan tersebut.Ayat al-Qur'an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah
ayat-ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu'min untuk senantiasa
bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan
bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat-ayat
al-Qur'an yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis
mmencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah dalam
Q.S ath-Thalaq [65] ayat : 3 yang Artinya: “Dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu”. Dianatra ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi landasan
munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara
tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya
adalah firman Allah dalam Q.S as-Sajadah [ ] ayat : 16 yang berbunyi : yang
Artinya: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa
kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harapMaksud dari perkataan Allah Swt : "Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya" adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur
untuk mengerjakan shalat malam”.
Terdapat banyak ayat yang berbicara tentang urgensi rasa takut dan pengharapan
hanya kepada Allah semata akan tetapi penulis cukupkan pada kedua ayat
terdahulu.
Diantara ayat-ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura'ny yang
menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih
ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya: Dan pada
sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang
Terpuji.(Q.S al-Isra' [17] ayat : 79 yang Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu
pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah
kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”.
(Q.S al-Insan [76] ayat : 25-26) yang Artinya: “Dan orang yang melalui malam
hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat
tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan
malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata
untuk mengharapkan rahmat, ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan
mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah.Selain daripada hal-hal yang telah penulis uraikan sbelumnya, diantara
pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan
keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman Allah swt dalam Q.S at-Taubah
ayat : 24 yang Artinya: ”Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad
di jalan-Nya harus menjadi prioritas utama di atas segala hal, bahkan kecintaan
kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu,
anak, istri, keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi,
atau dengan kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup
di dunia dan mendambakan tempat terbaik diakhirat hendaknya menjadikan Allah
dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya
(ibnuel-mubhar.blogspot.com).3. Perkembangan TasawufSejarah tasawuf dimulai dengan Imam Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn
Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Imam Ja’far juga dianggap
sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki,
Syafi’i dan Ibn Hanbal.
Ucapan – ucapan Imam Ja’far banyak disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail
ibn Iyadh Dzun Nun Al Mishri, Jabir ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam
mazhab di kalangan Ahlulsunah, Imam Maliki yang paling banyak meriwayatkan
hadis dari Imam Ja’far. Kaitan Imam Ja’far dengan tasawuf, terlihat dari
silsilah tarekat, seperti Naqsyabandiyah yang berujung pada Sayyidina Abubakar
Al Shidiq ataupun yang berujung pada Imam Ali selalu melewati Imam Ja’far.Kakek buyut Imam Ja’far, dikenal mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi.
Bahkan (meski sulit untuk dibenarkan) beberapa ahli menyebutkan Hasan Al
Bashri, sufi-zahid pertama sebagai murid Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin
(Ayah Imam Ja’far) dikenal dengan ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang
tercermin pada do’anya yang berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”.Tasawuf lahir dan berkembang sebagai suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H,
lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al Tsauri, Al Harits ibn Asad Al
Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami. Tasawuf tidak pernah bebas dari kritikan dari
para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik – praktik tasawuf dimulai dari pusat kelahiran dan penyiaran agama
Islam yaitu Makkah dan Madinah, jika kita lihat dari domisili tokoh-tokoh
perintis yang disebutkan di atas.
Pertumbuhan dan perkembangan tasawuf di dunia Islam dapat dikelompokan ke dalam
beberapa tahap :a. Tahap
Zuhud (Asketisme)
Tahap awal perkembangan tasawuf dimulai pada akhir
abad ke-1H sampai kurang lebih abad ke-2H.
Gerakan zuhud pertama kali muncul di Madinah, Kufah dan Basrah kemudian
menyebar ke Khurasan dan Mesir. Awalnya merupakan respon terhadap gaya hidup
mewah para pembesar negara akibat dari perolehan kekayaan melimpah setelah
Islam mengalami perluasan wilayah ke Suriah, Mesir, Mesopotamia dan Persia.Tokoh-tokohnya
menurut tempat perkembangannya :1.
MadinahDari
kalangan sahabat Nabi Muhammad Saw, Abu Ubaidah Al Jarrah (w. 18 H); Abu Dzar
Al Ghiffari (W. 22 H); Salman Al Farisi (W.32 H); Abdullah ibn Mas’ud (w. 33
H); sedangkan dari kalangan satu genarasi setelah masa Nabi (Tabi’în)
diantaranya, Said ibn Musayyab (w. 91 H); dan Salim ibn Abdullah (w. 106 H).2.
BasrahHasan Al
Bashri (w. 110 H); Malik ibn Dinar (w. 131 H); Fadhl Al Raqqasyi, Kahmas ibn Al
Hadan Al Qais (w. 149 H); Shalih Al Murri dan Abul Wahid ibn Zaid (w. 171 H)3. KufahAl Rabi
ibn Khasim (w. 96 H); Said ibn Jubair (w. 96 H); Thawus ibn Kisan (w. 106 H);
Sufyan Al Tsauri (w.161 H); Al Laits ibn Said (w. 175 H); Sufyan ibn Uyainah
(w. 198 H).4. MesirSalim
ibn Attar Al Tajibi (W. 75H); Abdurrahman Al Hujairah ( w. 83 H); Nafi, hamba
sahaya Abdullah ibn Umar (w. 171 H). Pada masa-masa terakhir tahap ini, muncul tokoh-tokoh
yang dikenal sebagai sufi sejati, diantaranya, Ibrahim ibn Adham (w. 161 H);
Fudhail ibn Iyadh (w. 187 H); Dawud Al Tha’i (w. 165 H) dan Rabi’ah Al
Adawiyyah. b. Tahap
Tasawuf (abad ke 3 dan 4 H )
Paruh pertama pada abad ke-3 H, wacana tentang Zuhud
digantikan dengan tasawuf. Ajaran para sufi tidak lagi terbatas pada amaliyah
(aspek praktis), berupa penanaman akhlak, tetapi sudah masuk ke aspek teoritis
(nazhari) dengan memperkenalkan konsep-konsep dan terminology baru yang
sebelumnya tidak dikenal seperti, maqam, hâl, ma’rifah, tauhid (dalam makna tasawuf
yang khas); fana, hulul dan lain- lain.Tokoh-tokohnya, Ma’ruf Al Kharkhi (w. 200 H), Abu
Sulaiman Al Darani (w. 254 H), Dzul Nun Al Mishri (w. 254 H) dan Junaid Al
Baghdadi. Muncul pula karya-karya tulis yang membahas tasawuf secara teoritis,
termasuk karya Al Harits ibn Asad Al Muhasibi (w. 243 H); Abu Said Al Kharraz
(w. 279 H); Al Hakim Al Tirmidzi (w. 285 H) dan Junaid Al Baghdadi (w. 294 H)Pada masa tahap tasawuf, muncul para sufi yang
mempromosikan tasawuf yang berorientasi pada “kemabukan” (sukr), antara lain Al
Hallaj dan Ba Yazid Al Busthami, yang bercirikan pada ungkapan – ungkapam
ganjil yang sering kali sulit untuk dipahami dan terkesan melanggar keyakinan
umum kaum muslim, seperti “Akulah kebenaran” (Ana Al Haqq) atau “Tak ada apapun
dalam jubah-yang dipakai oleh Busthami selain Allah” (mâ fill jubbah illâ
Allâh), kalau di Indonesia dikenal dengan Syekh Siti Jenar dengan ungkapannya
“Tiada Tuhan selain Aku”. c. Tahap
Tasawuf Falsafi (Abad ke 6 H)
Pada tahap ini, tasawuf falsafi merupakan perpaduan
antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional-filosofis.
Ibn Arabi merupakan tokoh utama aliran ini, disamping juga Al Qunawi, muridnya.
Sebagian ahli juga memasukan Al Hallaj dan Abu (Ba) Yazid Al Busthami dalam
aliran ini.
Aliran ini kadang disebut juga dengan Irfân (Gnostisisme) karena orientasinya
pada pengetahuan (ma’rifah atau gnosis) tentang Tuhan dan hakikat segala
sesuatu. d. Tahap
Tarekat ( Abad ke-7 H dan seterusnya )
Meskipun tarekat telah dikenal sejak jauh sebelumnya,
seperti tarekat Junaidiyyah yang didirikan oleh Abu Al Qasim Al Juanid Al
Baghdadi (w. 297 H) atau Nuriyyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ibn Muhammad
Nuri (w. 295 H), baru pada masa-masa ini tarekat berkembang dengan pesat. Seperti
tarekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al Jilani (w. 561 H) dari
Jilan (Wilayah Iran sekarang); Tarekat Rifa’iyyah didirikan oleh Ahmad Rifai
(w. 578 H) dan tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Najib Al
Suhrawardi (w. 563 H). Tarekat Naqsabandiyah yang memiliki pengikut paling
luas, tarekat ini sekarang telah memiliki banyak variasi , pada mulanya
didirikan di Bukhara oleh Muhammad Bahauddin Al Uwaisi Al Bukhari Naqsyabandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar